Yes ! Saya bersorak girang dalam
hati ketika nama saya muncul di sepuluh nama yang mendapatkan tiket gratis
pertunjukkan konser musik Gukak dari Pusat Kebudayaan Korea (Korea Cultural
Center Indonesia-KCCI).
So, Sabtu (10/10/2015) malam,
setengah jam sebelum pertunjukkan mulai, saya sudah duduk manis di deretan
bangku penonton. Gedung Pertunjukan Pusat Perfilman Usmar Ismail tidak terlalu
luas. Saya memilih tempat duduk agak di atas, sehingga pandangan saya bisa
lepas dan tepat ke tengah panggung. Malam itu, sebagian besar penontonnya,
tentu saja komunitas Korea yang ada di Jakarta.
“Gukak Concert, Music of Korea”
begitu yang tertulis di tiket undangan. Saya tertarik dan ingin menyaksikan
konser ini, karena dalam leafletnya saya melihat daftar komposisi yang musik
yang akan dimainkan. Sampai disitu, saya hanya tahu bahwa komposisi-komposisi
musik itu, akan dimainkan dengan menggunakan instrument musik tradisional korea
yaitu Haegeum (alat musik gesek seperti biola), Daegeum (alat musik tiup
semacam seruling), dan Gayageum ( alat musik petik semacam kecapi kalau di
Indonesia ), dan saya belum paham apa Gukak sebenarnya.
Malam itu, konser dibuka oleh mini
orkestra KMJ Chamber Orkestra yang membawakan potongan komposisi-komposisi hits
dari composer Tchaikovsky dan komposisi drama musikal karya Andrew Llyod Webber
Panthom of The Opera.
Setelah itu, barulah tampil kelompok
musik Gukak Nary and Nary Band, yang terdiri dari pemain tiga alat musik
tradisional Korea yang sebutkan di atas, plus pemain biola, piano, dan pemain
perkusi. Mereka membawakan instrumentalia ‘Mission’, ‘Libertango’ serta
instrumentalia lagu-lagu Korea seperti EolGul dan ImiOsineunji. Yang menarik,
tiga pemain instrument musik tradisional Korea yang semuanya perempuan,
mengenakan busana tradisional Korea Hanbok warna warni cerah yang malam itu jadi
terlihat mewah dan elegan.
Bagian kedua konser, menampilkan
penyanyi soprano Young Ai Chae yang membawakan dua lagu Lusaika karya Antonin
Dvorak dan lagu GeumGangSan. Wah, mendengar suara Young Ai Chae menyanyi
diiringi KMJ Chamber Orchestra, saya seperti dibawa ke gedung konser musik
klasik yang megah di Eropa.
Di bagian kedua, Nari and Nary Band
tampil kembali dengan membawakan lagu-lagu yang agak nge-pop. Badan saya sampai
bergerak-gerak mengikuti irama, ketika kelompok musisi ini memainkan About
Romance, Distant Love dan Jazz Waltz dan Feel So Good. Tepuk tangan pun
membahana. Apalagi permain perkusinya yang bernama Jin Hoon Kim mampu membawa
suasana dan mengajak penonton bertepuk tangan mengikuti irama lagu Feel So Good
karya Chuck Mansione. Bagian kedua
konsert ditutup dengan lagu yang berirama tenang, Arirang Suite. Tapi
sepertinya penonton belum puas. Seperti kalau kita nonton konser musik, setelah
berlalu ke balik panggung. Karena teriakan penonton yang masih ingin
mendengarkan musik, Nary and Nary Band pun tampil kembali. Kali ini mereka
membawakan dua lagu Indonesia, Indonesia Pusaka dan Bengawan Solo dengan
aransemen yang ciamik dan membuat gedung pertunjukkan lagi-lagi riuh dengan
suara tepukan tangan penonton yang memberikan apresiasi.
Sebuah pertunjukkan yang sederhana
tapi memikat, dan membuat saya merasa malam minggu saya jadi begitu istimewa.
Pulang ke rumah, saya pun mencari-cari info soal Gukak di internet.
Apa itu Gukak?
Ternyata Gukak adalah pertunjukkan
musik yang memadukan alat musik tradisional Korea dengan alat musik Barat
seperti piano, biola, perkusi, dan instrument modern lainnya. Begitu pula
lagu-lagu yang dibawakan, menampilkan lagu-lagu klasik, lagu pop modern, baik
lagu Korea mapun lagu Barat. Pertunjukan Gukak juga ditampilkan dengan lebih
modern, sehingga tak heran, saat ini pertunjukkan Gukak menjadi salah satu
pertunjukkan musik yang digemari oleh kalangan anak muda, baik di Korea maupun
para wisatawan asing yang datang ke Korea. Konser Gukak sudah menjadi bagian
dari Hallyu, gelombang Korea yang sampai saat ini makin mendunia.
Di Korea sendiri, kelompok musisi
Gukak biasanya dibentuk oleh siswa-siswi sekolah musik. Tapi ada juga yang
membentuk kelompok Gukak profesional, dimana para pemain musiknya dipilih
dengan cara mengikuti audisi. Kelompok musisi Gukak yang dikelola secara
profesional menggelar konser hingga ke luar Korea.
Usai menyaksikan sendiri Konser
Gukak malam minggu kemarin, saya merasa bahwa Indonesia sebenarnya juga bisa
membentuk kelompok musisi semacam Gukak, karena Indonesia kaya dengan alat-alat
musik tradisional. Saya juga sering melihat pertunjukkan musik kolaborasi
antara alat musik tradisional Indonesia dengan alat musik modern, dan tak kalah
bagus dengan Gukak nya Korea.
Bedanya cuma,
Korea bisa melihat kolaborasi itu sebagai bagian industri kreatif yang jika
dikelola dan dikemas secara profesional, maka bisa menjual dan mendunia sekaligus
mengenalkan budaya musik tradisional Korea. Sedangkan di Indonesia, baru
memperlakukan dan melihatnya hanya sebagai hiburan semata, dan bukan sebagai
bagian industri kreatif yang mesti dikembangkan, dikemas dengan menarik, dan
dikenalkan pada dunia. Ya, industri kreatif kita, utamanya musik tradisional
memang baru sebatas itu. []